Pancasila Sebagai Panduan Berinteraksi di Media Sosial
beritagram.web.idPancasila bukan hanya dasar negara, tetapi juga panduan moral di setiap zaman. Di era digital, nilai-nilainya semakin relevan. Media sosial kini menjadi ruang utama masyarakat untuk berinteraksi dan mengekspresikan pendapat. Dalam ruang ini, etika sering terlupakan. Karena itu, Pancasila perlu dihadirkan sebagai pedoman dalam setiap aktivitas digital.
Mahkamah Konstitusi menegaskan pentingnya hal ini. Dalam upacara peringatan Hari Lahir Pancasila, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyampaikan pesan: Pancasila tidak boleh berhenti sebagai teks di UUD. Ia harus hidup dalam tindakan dan perilaku, termasuk di media sosial.
Pancasila: Rumah Besar Keberagaman Indonesia
Indonesia dikenal sebagai bangsa yang kaya keberagaman. Ada ratusan suku, bahasa, dan agama yang hidup berdampingan. Semua itu bisa bertahan karena Pancasila menjadi perekatnya. Nilai-nilai Pancasila menuntun masyarakat untuk hidup harmonis meski berbeda latar belakang.
Setiap sila memiliki makna mendalam. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, mengajarkan etika dan tanggung jawab moral. Di media sosial, hal ini berarti tidak menghina keyakinan orang lain. Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, menuntun kita untuk menghargai martabat sesama dan tidak menyebarkan konten yang merendahkan.
Sila ketiga, Persatuan Indonesia, mengingatkan pentingnya kebersamaan. Dunia digital sering memicu perpecahan karena perbedaan pandangan. Dengan semangat persatuan, pengguna media sosial bisa tetap menghormati pendapat yang berbeda. Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, menekankan pentingnya berdiskusi dengan kepala dingin, bukan emosi.
Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, menegaskan bahwa kebebasan berpendapat tidak boleh merugikan orang lain. Semua warga digital berhak mendapatkan perlakuan yang adil tanpa diskriminasi.
Etika Digital dan Tanggung Jawab Bersama
Ruang digital sering dianggap bebas nilai. Banyak orang merasa bisa berkata apa saja tanpa konsekuensi. Padahal, kebebasan di dunia maya tetap memiliki batas. Setiap unggahan, komentar, dan opini membawa dampak bagi orang lain.
Enny Nurbaningsih mengingatkan pentingnya kesadaran ini. Menurutnya, media sosial bukan ruang tanpa aturan. Etika, toleransi, dan sikap saling menghormati tetap wajib dijaga. “Pancasila harus menjadi panduan dalam berinteraksi di media sosial maupun platform digital lainnya. Mari kita perangi hoaks, ujaran kebencian, dan provokasi dengan literasi digital dan semangat gotong royong,” ujarnya.
Pesan itu menggambarkan visi besar Indonesia: menjadi bangsa yang maju secara teknologi dan moral. Kemajuan teknologi tanpa nilai kemanusiaan akan menghasilkan masyarakat yang mudah terpecah dan kehilangan empati.
Melawan Hoaks dan Ujaran Kebencian
Salah satu masalah terbesar di dunia digital adalah penyebaran berita palsu dan ujaran kebencian. Informasi bohong dapat memecah belah masyarakat dalam waktu singkat. Pancasila hadir sebagai pedoman untuk melawan hal ini. Ia mengajarkan kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab sosial.
Masyarakat harus mulai membangun budaya digital yang sehat. Jangan mudah membagikan informasi sebelum memverifikasi kebenarannya. Hindari menyebarkan berita yang menimbulkan kebencian. Gunakan prinsip gotong royong untuk saling mengingatkan dan melindungi satu sama lain di dunia maya.
Literasi digital juga sangat penting. Dengan kemampuan memilah informasi, pengguna media sosial dapat berpikir kritis dan tidak terjebak dalam disinformasi. Dunia maya yang sehat hanya bisa terwujud jika semua pihak ikut menjaga kebersihannya.
Indonesia Maju Secara Moral dan Teknologi
Pemerintah memiliki visi besar menuju Indonesia Emas 2045. Namun, kemajuan bangsa tidak hanya diukur dari sisi ekonomi atau teknologi. Nilai moral dan karakter bangsa juga menjadi pondasinya. Negara yang kuat bukan hanya dilihat dari kekayaan, tetapi juga dari kebijaksanaan dan keluhuran budinya.
“Indonesia ingin maju bukan hanya secara teknologi, tetapi juga secara moral. Kita ingin bangsa yang sejahtera bukan hanya dalam angka, tapi juga dalam rasa keadilan dan persaudaraan,” ujar Enny.
Di media sosial, kemajuan moral tercermin dari perilaku pengguna yang santun dan bijak. Mereka tidak mudah terpancing provokasi atau menyebarkan kebencian demi popularitas. Sikap seperti inilah yang menunjukkan bahwa nilai-nilai Pancasila benar-benar hidup dalam keseharian masyarakat digital.
Menjadikan Pancasila Sebagai Panduan Digital
Pancasila seharusnya menjadi filter dalam setiap aktivitas di dunia maya. Sebelum menulis atau membagikan sesuatu, tanyakan pada diri sendiri: apakah ini bermanfaat bagi orang lain? Apakah ini mencerminkan sikap beradab dan menghargai perbedaan?
Dengan cara berpikir seperti itu, Pancasila tidak hanya menjadi simbol, tapi juga gaya hidup digital. Nilai-nilai gotong royong, kemanusiaan, dan persatuan akan tercermin dalam setiap tindakan pengguna internet.
Enny menutup pesannya dengan kalimat penuh makna. “Marilah kita terus bergotong-royong, menjaga persatuan, menghargai perbedaan, dan menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam setiap aspek kehidupan.”
Pesan ini menjadi pengingat bagi seluruh warga Indonesia. Kemajuan teknologi seharusnya tidak membuat manusia kehilangan arah. Justru di tengah arus digital yang cepat, Pancasila harus menjadi jangkar moral agar bangsa ini tetap beradab, kuat, dan bermartabat di dunia maya maupun dunia nyata.

Cek Juga Artikel Dari Platform rumahjurnal.online
