Batasi Paparan Berita Negatif di Media Sosial
beritagram.web.id Di era digital, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Hampir setiap orang kini menjadikan platform seperti Instagram, X, TikTok, dan Facebook sebagai sumber utama untuk mendapatkan informasi. Setiap menit, ribuan berita, opini, dan komentar baru muncul di linimasa kita, menciptakan arus informasi yang tak pernah berhenti.
Namun, di balik kemudahan dan kecepatan akses informasi itu, ada sisi lain yang sering terabaikan — yaitu dampak negatif dari paparan berita dan konten bernada pesimis, penuh amarah, atau menakutkan. Paparan terus-menerus terhadap informasi semacam itu dapat memengaruhi keseimbangan emosi dan kesehatan mental seseorang, bahkan tanpa disadari.
Fenomena Doomscrolling dan Dampaknya
Salah satu istilah yang kini banyak dibicarakan adalah doomscrolling. Istilah ini menggambarkan kebiasaan seseorang yang terus-menerus menggulir berita negatif di media sosial, meskipun tahu hal itu membuat perasaannya semakin buruk. Fenomena ini sering terjadi karena rasa ingin tahu yang tinggi terhadap situasi yang berkembang, terutama ketika ada isu besar atau peristiwa yang viral.
Masalahnya, semakin banyak seseorang terpapar berita negatif, semakin besar pula kemungkinan munculnya stres, kecemasan, bahkan kelelahan emosional. Pikiran menjadi penuh, hati terasa berat, dan tubuh merespons dengan tanda-tanda seperti sulit tidur, cepat marah, atau kehilangan motivasi.
Kondisi ini diperparah dengan algoritma media sosial yang justru menampilkan lebih banyak konten serupa jika pengguna sering berinteraksi dengan berita bernada negatif. Akibatnya, pengguna seolah terjebak dalam lingkaran tanpa akhir: semakin sering melihat berita buruk, semakin sulit berhenti membacanya.
Pengaruh Terhadap Kesehatan Mental
Paparan konten negatif secara terus-menerus bisa berdampak langsung pada kesejahteraan psikologis. Rasa takut terhadap masa depan, pesimisme terhadap lingkungan sosial, bahkan rasa tidak berdaya bisa muncul tanpa disadari. Beberapa orang mulai kehilangan kemampuan untuk menikmati hal-hal kecil karena pikirannya selalu dipenuhi berita buruk.
Psikolog menyebut kondisi ini sebagai bentuk kelelahan informasi atau information fatigue. Otak manusia tidak dirancang untuk memproses terlalu banyak informasi secara bersamaan, apalagi jika informasi tersebut bernuansa negatif. Dalam jangka panjang, kondisi ini bisa menurunkan produktivitas, mengganggu hubungan sosial, dan memicu gejala gangguan kecemasan.
Penelitian menunjukkan bahwa individu yang terlalu sering membaca berita negatif cenderung mengalami peningkatan kadar hormon stres, seperti kortisol. Jika berlangsung lama, hal ini dapat menurunkan daya tahan tubuh dan membuat seseorang lebih rentan terhadap penyakit fisik.
Cara Membatasi Paparan Berita Negatif
Untuk menjaga keseimbangan mental, penting bagi setiap individu untuk mulai mengatur cara mereka mengonsumsi informasi. Berikut beberapa langkah sederhana yang bisa dilakukan untuk mengurangi dampak negatif dari doomscrolling.
1. Pilih Sumber Informasi yang Kredibel
Tidak semua berita yang beredar di media sosial berasal dari sumber terpercaya. Sebelum membaca atau membagikan informasi, biasakan memeriksa kebenarannya. Hindari media yang sering menampilkan judul sensasional atau menebar ketakutan. Fokuslah pada sumber berita resmi yang menyajikan data dan fakta secara objektif.
2. Batasi Waktu Akses Media Sosial
Tentukan waktu tertentu untuk membaca berita. Misalnya, cukup 15 menit di pagi hari dan 15 menit di sore hari. Hindari kebiasaan menggulir media sosial tanpa tujuan sebelum tidur, karena bisa mengganggu kualitas istirahat dan membuat pikiran terus aktif meski tubuh sudah lelah.
3. Hindari Kolom Komentar yang Penuh Kebencian
Banyak pengguna media sosial terjebak membaca komentar yang penuh amarah, debat, atau provokasi. Padahal, hal itu justru memperburuk suasana hati. Cobalah untuk melewati bagian komentar dan fokus pada informasi utama. Jika perlu, gunakan fitur “mute” atau “block” terhadap akun yang sering menyebar kebencian.
4. Lakukan Digital Detox
Istirahat dari media sosial sesekali sangat disarankan. Matikan notifikasi, tinggalkan ponsel, dan luangkan waktu untuk kegiatan lain di dunia nyata. Aktivitas sederhana seperti berjalan kaki, membaca buku, memasak, atau berbincang dengan keluarga dapat membantu mengembalikan keseimbangan emosional.
5. Isi Ulang Energi Positif
Gantilah kebiasaan membaca berita negatif dengan aktivitas yang lebih membangun suasana hati. Dengarkan musik yang menenangkan, tonton film komedi, atau cari konten edukatif yang memberi inspirasi. Media sosial juga punya banyak hal positif jika digunakan dengan bijak — seperti belajar keterampilan baru atau mengikuti komunitas hobi.
Membangun Ruang Digital yang Sehat
Media sosial seharusnya menjadi tempat untuk berbagi pengetahuan dan mempererat hubungan antarindividu, bukan sumber kecemasan. Karena itu, setiap pengguna memiliki peran dalam menciptakan ruang digital yang lebih sehat. Mulailah dengan menjadi pengguna yang bertanggung jawab: verifikasi informasi sebelum membagikan, hindari menyebar rumor, dan gunakan bahasa yang sopan.
Kita tidak bisa sepenuhnya menghindari berita buruk, karena informasi semacam itu tetap diperlukan untuk memahami kondisi dunia. Namun, kita bisa mengontrol seberapa besar porsi berita negatif yang kita konsumsi setiap hari. Dengan kesadaran ini, kita bisa tetap terinformasi tanpa kehilangan ketenangan batin.
Menjaga Kesehatan Mental di Era Informasi
Kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Mengatur konsumsi informasi adalah bagian dari menjaga keseimbangan hidup. Dengan membatasi paparan berita negatif, kita memberi ruang bagi pikiran untuk beristirahat dan memulihkan diri.
Gunakan waktu luang untuk hal-hal yang menyenangkan dan bermanfaat. Berinteraksi langsung dengan orang terdekat, mengembangkan hobi, atau sekadar menikmati suasana alam bisa membantu mengurangi stres akibat dunia maya yang penuh tekanan.
Ingat, tidak semua hal perlu diketahui sekarang juga. Kadang, menjaga jarak dari informasi adalah bentuk perlindungan diri. Dengan kesadaran dan pengelolaan yang baik, media sosial bisa kembali menjadi sarana positif untuk berbagi inspirasi, bukan sumber kekhawatiran.

Cek Juga Artikel Dari Platform beritabandar.com
